Harga Komoditas Tertekan, Resesi Ekonomi Mengintai?

Newsmenit.com Selamat beraktivitas semoga hasilnya memuaskan. Hari Ini saya akan mengupas Business, News, Indonesia, Dunia yang banyak dicari orang-orang. Ulasan Artikel Seputar Business, News, Indonesia, Dunia Harga Komoditas Tertekan Resesi Ekonomi Mengintai Ikuti pembahasan ini hingga kalimat terakhir.
Table of Contents
Pasar komoditas global sedang mengalami tekanan berat, bukan hanya karena faktor fundamental, tetapi juga karena sentimen negatif yang berkembang pesat. Ketegangan geopolitik yang meningkat dan hilangnya kepercayaan terhadap permintaan global menjadi pemicu utama.
Menurut Sabrin Chowdhury, kepala riset komoditas di Fitch Solutions, sentimen pasar memburuk seiring dengan meningkatnya ketidakpastian global. Sejak pengumuman kebijakan tarif oleh Presiden AS Donald Trump pada Rabu, 2 April 2025, indeks S&P GSCI, yang melacak harga komoditas energi, logam, dan pertanian, telah terkoreksi lebih dari 8%.
Eskalasi ketegangan dagang berlanjut dengan kenaikan tarif impor dari China menjadi 125%, meningkatkan risiko perlambatan permintaan global. Koreksi ini terjadi setelah pengumuman tarif resiprokal oleh Presiden Trump, yang memicu kembali ketegangan dagang global.
Harga minyak terus melemah sejak awal April. Analis ING menyebutkan bahwa pasar kini mulai mempersiapkan skenario terburuk, yaitu perlambatan ekonomi serentak antara AS dan China. Kekhawatiran perlambatan ekonomi semakin menguat.
Data dari S&P Global menunjukkan bahwa logam industri turun hampir 9%, dan komoditas pertanian terkoreksi 5,2%. Dengan probabilitas resesi AS yang diperkirakan menembus 50%, investor mulai menarik diri dari aset riil.
Marko Papic, pakar makro dan geopolitik dari BCA Research, menyatakan bahwa runtuhnya harga komoditas adalah circuit breaker, tanda bahwa roda ekonomi global melambat secara sistemik.
Meskipun sempat ada pemulihan teknikal setelah sinyal pelonggaran sebagian tarif oleh Trump, pasar belum sepenuhnya pulih. Tekanan tambahan datang dari keputusan OPEC+ untuk mempercepat jadwal penambahan produksi, yang semakin membebani prospek harga.
Ewa Manthey, analis ING, menyebutkan bahwa tekanan harga diperburuk oleh prospek suram sektor properti di China, yang masih menjadi konsumen utama logam industri global. Goldman Sachs pun memangkas proyeksi harga tembaga, memperkirakan bahwa harga dapat kembali menyentuh level US$6.500-US$5.900 per ton, setara dengan harga saat puncak perang dagang dan awal pandemi.
JPMorgan memproyeksikan PDB AS akan terkontraksi 0,3% tahun ini, berbalik dari performa kuat tahun lalu. Sementara itu, menurut Fitch Solutions, probabilitas AS masuk ke resesi telah menembus 50%.
Dari seluruh subsektor, energi mencatatkan pelemahan terdalam, dengan koreksi sekitar 12% dalam sembilan hari terakhir. Di pasar minyak, harga Brent pada akhir pekan ini, Jumat (11/4/2025) berada di posisi US$ 64,76 dan WTI di US$ 61,5 per barel. Goldman Sachs pun menurunkan proyeksi harga minyak untuk akhir tahun menjadi US$62 untuk Brent dan US$58 untuk WTI.
Kontrak tembaga di New York saat ini diperdagangkan di level US$8.380 per ton, turun lebih dari 16% sejak awal April, menurut data FactSet. Jika krisis kepercayaan makin dalam, maka tekanan berikutnya bisa lebih brutal dan merata ke seluruh dunia.
Itulah pembahasan lengkap seputar harga komoditas tertekan resesi ekonomi mengintai yang saya tuangkan dalam business, news, indonesia, dunia Terima kasih atas antusiasme Anda dalam membaca selalu bersyukur atas kesempatan dan rawat kesehatan emosional. sebarkan ke teman-temanmu. Sampai jumpa lagi
✦ Tanya AI